Konsep Pemidanaan
Sebelum pembahasan mengenai Restorative Justice dimulai, terlebih dahulu harus dipahami bersama tentang konsep Pemidanaan, karena Restorative Justice merupakan respon terhadap Sistem Pemindanaan yang ada. Pemidanaan adalah tahap penetapan sanksi dan pemberian sanksi atas suatu kejahatan, atau dengan kata singkat Pemidanaan adalah “Penghukuman”. Hukum pidana Indonesia mengenal 2 (dua) jenis pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP yaitu:
- Pidana Pokok
- pidana mati
- pidana penjara
- pidana kurungan
- pidana denda
- pidana tutupan
- Pidana Tambahan
- pencabutan hak tertentu
- perampasan barang tertentu dan/atau tagihan
- pengumuman putusan hakim
Tujuan pemidanaan atau tujuan kenapa pidana dijatuhkan yaitu
- Agar si pelaku kejahatan tersebut tidak mengulangi perbuatannya (tujuan preventif),
- Agar orang lain takut untuk melakukan perbuatan yang sama (deterrance), dan
- Agar pelaku kejahatan dapat berubah tingkah lakunya agar sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat.
Pedekatan Restorative Justice Sebagai Kritik Terhadap Sistem Pemidanaan
Berdasarkan tujuan pemidanaan tersebut, selanjutnya muncul kritik terhadap sistem pemidanaan. Kritik tersebut adalah tentang korban yang dalam sistem peradilan pidana seringkali di abaikan. Karena posisi korban sebagai pihak yang menderita kerugian, (baik kerugian fisik, materil, atau psikologis) tidak mendapatkan pemulihan yang nyata atas kerugian tersebut. Kritik juga hadir dari masyarakat yang tidak dilibatkan dalam penyelesaian konflik kejahatan sehingga konflik tersebut memiliki kemungkinan untuk terulang kembali atau jika masyarakat tidak puas maka bisa memunculkan main hakim sendiri atau pembalasan dendam. Selain itu terdapat fakta bahwa saat ini Lembaga Pemasyarakatan menjadi over crowded, karena dipandang bahwa pemidanaan selalu tentang hukuman penjara. Sistem pemidanaan di Indonesia lebih identik dengan model Retributive Justice, yang lebih fokus pada pelaku dan mengabaikan hak-hak korban.
Atas kritik-kritik tersebut, dimunculkanlah upaya pendekatan Restorative Justice yang dari segi bahasa berarti “Keadilan Restorasi”. Restorative Justice adalah suatu pendekatan yang mengutamakan pemulihan keadaan korban seperti sebelum terjadinya kejahatan, dengan tujuan membentuk sistem peradilan pidana yang peka terhadap permasalahan korban, tidak semata bertujuan kepada pembalasan terhadap pelaku.
Ada beberapa hal yang membedakan antara Restorative Justice dengan Retributive Justice, yaitu:
- Retributive Justice memfokuskan kejahatan sebagai perlawanan terhadap hukum dan negara, sedangkan dalam restorative justice, kejahatan artinya perilaku buruk yang membawa kerugian bagi orang lain;
- Retributive Justice berusaha mempertahankan hukum dengan menetapkan kesalahan dan mengatur penghukuman, sedangkan Restorative Justice mempertahankan korban dengan memperhatikan perasaan sakitnya dan membuat kewajiban pertanggungjawaban pelaku kepada korban dan masyarakat yang dirugikan sehingga semuanya mendapatkan hak masing-masing;
- Retributive Justice melibatkan negara dan pelaku dalam proses peradilan formal, sedangkan restorative justice melibatkan korban, pelaku dan masyarakat dalam suasana dialog untuk mencari penyelesaian;
- Dalam retributive justice korban hanya merupakan bagian pelengkap, sedangkan dalam Restorative Justice korban adalah posisi sentral;
- Dalam retributive justice posisi masyarakat diwakili oleh Negara, sedangkan dalam restorative justice masyarakat berpartisipasi aktif.
Ciri-ciri Penggunaan Restorative Justice
Beberapa ciri dalam penggunaan Restorative Justice adalah:
- Terdapat partisipasi yang penuh dan aktif dari pihak-pihak terkait dan komponen masyarakat;
- Berfokus kepada upaya pemulihan keadaan korban;
- Penyatuan kembali hubungan masyarakat yang terpecah karena adanya konflik, dan;
- Pencegahan terhadap kejahatan yang serupa di masa yang akan datang.
Konsep Restorative Justice dan Kearifan Bangsa Indonesia
Jika dikaji lebih mendalam hakekat dari konsep restorative justice ini, sesungguhnya sudah terkandung dalam pola penyelesaian perkara pidana adat sejak dahulu. Dimana mekanisme penyelesaian masalah lebih mengutamakan musyawarah mufakat agar tercipta win-win solution, mengutamakan pemulihan keadaan korban, dan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat.
Konsep Restorative Justice sejatinya selaras dengan sila ke-4 Pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” memiliki makna yang terkandung di dalamnya yaitu mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama, dan menghormati setiap keputusan musyawarah.
Instagram: rizkyauliacahyadri
Pingback:Pembahasan Tentang Kompetensi Pengadilan | Rizky Aulia Cahyadri, S.H.Rizky Aulia Cahyadri, S.H.
Pingback:Seri Tokoh dan Inspirasi Hukum: John Marshall Harlan | Rizky Aulia Cahyadri