Pertanyaan yang akan dijawab dalam tulisan ini adalah “Apakah Penggugat boleh melakukan perubahan Gugatan?”
M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan), cetakan kedua belas, halaman 91 menjelaskan bahwa terdapat dua kepentigan yang perlu untuk ditelaah dalam menjawab pertanyaan “Apakah Penggugat boleh melakukan perubahan Gugatan?” yaitu:
- Dari segi kenyataan praktik agar secara formil tidak membuat gugatan menjadi cacat formil (obscuur libel);
- Jangan sampai ketika perubahan gugatan diperbolehkan, justru akan mendatangkan kerugian bagi Tergugat. Oleh karenanya perlu untuk dilindungi kepentingan para pihak secara seimbang dan proporsional. (Harahap, 2012)
Dari segi kepentingan beracara, mengenai perubahan gugatan tidak diatur dalam HIR dan RBG, namun ketiadaan aturan dalam HIR dan RBG tidak menyebabkan perubahan gugatan menjadi dilarang. Mengenai perubahan gugatan haruslah dikaitkan dengan salah satu asas dalam hukum acara perdata yaitu asas peradilan cepat sederhana biaya ringan. Mengapa perlu untuk mengaitkan praktik perubahan gugatan dengan asas tersebut? Karena apabila praktik peradilan tidak mengijinkan adanya perubahan gugatan maka akan menyebabkan proses di persidangan menjadi tidak efektif dan efisien. Misalnya dalam hal terjadi kesalahan yang bersifat kesalahan pengetikan/clerical error atau kesalahan penghitungan/error in computation harus dilakukan pencabutan gugatan oleh Penggugat sedangkan Tergugat tidak menyetujui pencabutan gugatan tersebut maka Penggugat diharuskan untuk bersidang di pengadilan dengan gugatan yang merugikan dirinya.
Ketentuan dalam Pasal 127 Rv bunyinya adalah sebagai berikut “Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya”. Terhadap ketentuan yang terdapat dalam pasal tersebut, M Yahya Harahap berpendapat bahwa perubahan gugatan merupakan hak Penggugat asalkan masih dalam kerangka yang dibenarkan hukum, dan perubahan gugatan adalah “diajukan” bukan “dimohonkan”. Implikasi penerapan istilah “diajukan” artinya adalah hakim hanya mempersoalkan mengenai apakah perubahan yang dilakukan dan diajukan bertentangan dengan hukum. Sedangkan dalam perubahan gugatan tidak menggunakan istilah “dimohonkan”, karena seolah-olah terdapat kewenangan dari hakim untuk tidak memberi izin terhadap perubahan gugatan tanpa terlebih dahulu menilai dan mempertimbangkan apakah perubahan itu bertentangan dengan hukum. (Harahap, 2012)
Oleh karena ketiadaan aturan dalam HIR dan RBG mengenai Perubahan Gugatan, maka digunakan ketentuan yang diatur dalam Pasal 127 Rv, yang secara praktik hal tersebut diperbolehkan dan telah ditegaskan secara jelas dalam Buku II Teknis Peradilan Perdata Umum huruf K yaitu:
- Perubahan gugatan diperkenankan, apabila diajukan sebelum Tergugat mengajukan jawaban dan apabila sudah ada jawaban Tergugat, maka perubahan tersebut harus dengan persetujuan Tergugat (Pasal 127 Rv).
- Perubahan gugatan tersebut dapat dilakukan apabila tidak bertentangan dengan azas-azas hukum secara perdata, tidak merubah atau menyimpang dari kejadian materiil. (Pasal 127 Rv: asal tidak mengubah atau menambah petitum, pokok perkara, dasar dari gugatan).
- Perubahan gugatan dilarang :
- Apabila berdasarkan atas keadaan/fakta/peristiwa hukum yang sama dituntut hal yang lain (dimohon suatu pelaksanaan hal yang lain).
- Penggugat mengemukakan/mendalilkan keadaan fakta hukum yang baru dalam gugatan yang dirubah.
Daftar Bacaan:
Harahap, M. Y. (2012). Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan) (Cetakan kedua belas). Sinar Grafika.
Buku II Teknis Peradilan Perdata Umum. Mahkamah Agung RI.
—————————
Baca juga artikel lainnya:
Tingkatkan Kewaspadaan terhadap Cybercrime pada masa Pandemi COVID-19
Blockchain dan Permasalahan Hukum
Bagaimana Millennials Dapat Merubah Praktik Hukum?
Pancasila Sebagai Dasar Moralitas Putusan Hakim
Seri Inspirasi dan Tokoh Hukum, John Marshall Harlan “The Great Dissenter”
Contact Me:
E-mail: rizky.auliacahyadri@gmail.com
Instagram: https://www.instagram.com/rizkyauliacahyadri/
Pingback:Resume Tentang Pedoman Pengelolaan Hibah Langsung Dari Dalam Negeri Di Lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia - Rizky Aulia Cahyadri