Dalam pembahasan kali ini, Penulis akan membahas segi nilai-nilai dari Pancasila sebagai dasar moralitas Putusan hakim. Pembahasan tentang moralitas merupakan suatu cabang dari ilmu filsafat yaitu memandang dari segi Aksiologis yang membahas Pancasila dari segi nilai atau norma. Pancasila adalah filsafat bangsa Indonesia, kenapa dikatakan demikian? Karena Pancasila merupakan hasil perenungan yang mendalam dari para Founding Fathers (Pendiri Bangsa), yang dirumuskan dalam sila-sila dan kerangka sistem tertentu, termasuk di dalamnya kerangka sistem hukum. Pancasila juga merupakan ideologi kolektif yang artinya mengandung cita-cita luhur bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai suatu sistem falsafah mengandung suatu nilai-nilai yang sifatnya praktikal. Bangsa Indonesia adalah pendukung nilai-nilai dasar Pancasila, karena bangsa Indonesia mengakui, serta menerima Pancasila sebagai sesuatu yang memiliki nilai. Pengakuan tersebut akan dapat terlihat serta menggejala dalam tiap-tiap sikap, serta tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai kekuatan moral akan menuntun setiap insan manusia, termasuk Hakim, untuk berbuat sesuai dengan cita-cita luhur bangsa Indonesia. Pada muaranya, nilai-nilai Pancasila tersebut harus di aktualisasi dalam setiap putusan hakim. Berikut adalah penjabaran dari nilai-nilai Pancasila yang apabila nilai-nilai tersebut dapat di-internalisasi, maka niscaya menjadi kekuatan moral bagi Hakim dalam tiap-tiap Putusan.

Sila Ketuhanan

Setiap putusan Hakim harus memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dengan ancaman batal apabila tidak mencantumkan irah-irah tersebut. Kalimat tersebut bukan merupakan formalitas belaka, melainkan harus dijadikan sebagai pedoman utama dalam tiap-tiap pengambilan putusan. Sila Ketuhanan harus menjadi pedoman serta landasan kegiatan berhukum di Indonesia, sejak proses pembentukan hukum sampai penerapan hukum, baik itu di persidangan atau ketika diterapkan di masyarakat. Tujuan pembentukan dan penerapan hukum tidak semata kepastian atau ketertiban, tetapi merujuk kepada keadilan yang berdasarkan kepada nilai ketuhanan. Pertanggungjawaban seorang hakim atas putusannya tidak hanya secara horizontal kepada masyarakat atau manusia, tetapi juga secara vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sila Kemanusiaan

Mengutip firman Allah pada Q.S. An-Nissa (4:58) “…dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. Perintah dari Allah dalam hal menetapkan hukum di antara manusia dengan adil adalah untuk manusia. Artinya keadilan adalah untuk setiap manusia, dengan tidak membeda-bedakan status agama, sosial, atau kekayaaan. Keadilan diperintahkan untuk diberikan karena identitasnya sebagai manusia.

Sila Persatuan

Nilai yang terkandung dalam sila ketiga Pancasila adalah paham kebangsaan. Putusan Hakim mampu memperkuat sendi-sendi kebangsaan, dengan mengakomodir nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Hakim dalam mengadili suatu perkara tidak hanya menjalankan atau menerapkan undang-undang secara teks, tetapi juga berdasarkan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Sila Permusyawaratan

Perwujudan dari sila keempat Pancasila dalam sistem peradilan dapat ditemukan dari proses integrasi penyelesaian sengketa melalui mediasi dalam proses beracara di pengadilan. Hal tersebut di atur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (PERMA 1 Tahun 2016), yang menggantikan PERMA 1 Tahun 2008. Proses Mediasi di Pengadilan tidak bisa hanya dianggap sebagai formalitas, karena Mediasi memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan apabila perkara tersebut diselesaikan melalui litigasi. Melalui proses Mediasi akan ditemukan alternatif penyelesaian sengketa yang win-win solution, serta proses penyelesaian perkara akan menjadi lebih cepat, sederhana, serta berbiaya ringan. Hakim dalam perkara perdata dalam tiap tahapan wajib untuk tetap mengedepankan prinsip-prinsip perdamaian dalam menyelesaiakan sengketa, dengan membuka seluas-luasnya kesempatan kepada para pihak untuk mengajukan kesepakatan perdamaian.

Sila Keadilan Sosial

Pemaknaan Keadilan Sosial sebagai sebuah konsep keadilan, artinya ketika setiap masyarakat hidup dengan adil dan makmur, berbahagia, dan tidak ada penindasan. Pada kenyataannya, saat ini kita masih melihat adanya kesenjangan sosial diberbagai aspek kehidupan. Dalam berbagai kasus kita dapat melihat adanya penguasaan sumber ekonomi secara sepihak, penindasan dari yang kuat kepada yang lemah, bahkan mafia hukum yang merajalela dan sepertinya tidak bisa dibendung. Terdapat tantangan yang besar untuk dapat mewujudkan konsep keadilan sosial tersebut. Apakah akan terwujud pada masa kehidupan kita? Apakah anak-cucu kita dapat merasakannya? Lalu bagaimana mewujudkan hal tersebut? Oleh karena Keadilan Sosial telah menjadi cita-cita bangsa Indonesia dan dengan melihat kenyataan pada saat ini, maka dibutuhkan adanya upaya bersama dari tiap-tiap elemen masyarakat. Mewujudkan Keadilan Sosial bukan hanya hak tetapi juga kewajiban. Dalam konteks Nilai Keadilan Sosial yang di internalisasikan dalam Putusan Hakim, maka Hakim wajib untuk menjaga harmonisasi antara hak dan kewajiban, baik itu dalam hubungan antara masyarakat atau dalam hubungan antara masyarakat dengan negara. Hakim dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya harus selalu berpedoman pada nilai-nilai keadilan, bukan hanya semata-mata untuk menerapkan hukum.

—————————

Pembahasan Tentang Kompetensi Pengadilan: https://rizkyauliacahyadri.com/pembahasan-tentang-kompetensi-pengadilan/

Seri Inspirasi dan Tokoh Hukum, John Marshall Harlan “The Great Dissenter”: https://rizkyauliacahyadri.com/seri-tokoh-dan-inspirasi-hukum-john-marshall-harlan/

Contact Me:

E-mail: rizky.auliacahyadri@gmail.com

Instagram: https://www.instagram.com/rizkyauliacahyadri/

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [113.80 KB]

Pancasila Sebagai Dasar Moralitas Putusan Hakim

Rizky Aulia Cahyadri

Rizky Aulia Cahyadri, S.H., lahir di Banyumas, pada tanggal 7 Juni 1995, saat ini berkarya dan mengabdikan diri sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Sangatta. Memiliki passion dalam bidang hukum serta pendidikan. Website www.rizkyauliacahyadri.com adalah sebuah media yang didedikasikan untuk berbagi seputar pembahasan tentang bidang hukum dan peradilan dalam bahasa yang ringan serta sesuai dengan konteks.

5 gagasan untuk “Pancasila Sebagai Dasar Moralitas Putusan Hakim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *