Yurisprudensi adalah salah satu dari sumber hukum, yang semula berawal dari doktrin yang berkembang dari ajaran “judge made law” yang berasal dari negara-negara dengan common law system yang juga dikenal sebagai precedent atau stare decisis. Doktrin precedent yang mengikat (the doctrine of binding precedent) mengajarkan bahwa hakim terikat pada putusan-putusan terdahulu yang dibuat oleh hakim yang sama atau yang lebih tinggi tingkatannya di dalam susunan peradilan. Hal itu bermakna bahwa ketika hakim mengadili suatu kasus, ia akan memeriksa apakah permasalahan yang sama telah diputus oleh pengadilan sebelumnya. Sistem hukum di Indonesia tidak menganut doktrin stare decisis, tetapi terjadinya perbedaan putusan dalam perkara-perkara yang mirip atau serupa tidak dapat dibenarkan bertentangan dengan rasa keadilan, kepastian hukum, dan keteraturan hukum. Di dalam sistem hukum Eropa Kontinental, dikenal konsep yang disebut “legal uniformity” (kesatuan hukum).

Tidak semua putusan pengadilan dapat menjadi Yurisprudensi Tetap. Pada bagian Kata Pengantar oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam buku “Himpunan Yurisprudensi Mahkamah Agung Sampai Dengan Tahun 2018”, suatu putusan dikatakan sebagai Yurisprudensi Tetap apabila sekurang-kurangnya memiliki 6 (enam) unsur, yaitu sebagai berikut:

  1. Putusan atau perkara yang belum ada aturan hukumnya atau hukumnya kurang jelas;
  2. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap;
  3. Putusan memiliki muatan kebenaran dan keadilan;
  4. Putusan telah berulang kali diikuti oleh hakim berikutnya dalam memutus kasus yang mempunyai kesamaan fakta, peristiwa, dan dasar hukum;
  5. Putusan tersebut dibenarkan oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Mahkamah Agung maupun uji eksaminasi atau notasi oleh Tim Yurisprudensi Mahkamah Agung; dan
  6. Putusan telah direkomendasikan sebagai putusan yang berkualifikasi yurisprudensi tetap.

Dalam website rizkyauliacahyadri.com, akan dibahas masing-masing dari Yurisprudensi Tetap yang termuat dalam Himpunan Yurisprudensi Mahkamah Agung secara bertahap, rutin, dan berkala. Selamat membaca.

——————————–

Baca juga artikel lainnya:

Kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Mengupas SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penerapan Beberapa Ketentuan Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan

Makna Lambang / Tanda Jabatan Hakim

Ringkasan dan Catatan berkaitan dengan PERMA Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Keberatan Pihak Ketiga Yang Beriktikad Baik Terhadap Putusan Perampasan Barang Bukan Kepunyaan Terdakwa Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi

(BUKU) Dimensi Moralitas Hakim yang Religius dan Islami

(BUKU) Apa Yang Harus Ditanyakan Kepada Ahli Digital Forensics? (Panduan Bagi Praktisi Hukum)

Blockchain dan Permasalahan Hukum

Bagaimana Millennials Dapat Merubah Praktik Hukum?

Pancasila Sebagai Dasar Moralitas Putusan Hakim

Seri Inspirasi dan Tokoh Hukum, John Marshall Harlan “The Great Dissenter”

Contact Me:

E-mail: rizky.auliacahyadri@gmail.com

Instagram: https://www.instagram.com/rizkyauliacahyadri/

Kriteria Yurisprudensi Tetap

Rizky Aulia Cahyadri

Rizky Aulia Cahyadri, S.H., lahir di Banyumas, pada tanggal 7 Juni 1995, saat ini berkarya dan mengabdikan diri sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Sangatta. Memiliki passion dalam bidang hukum serta pendidikan. Website www.rizkyauliacahyadri.com adalah sebuah media yang didedikasikan untuk berbagi seputar pembahasan tentang bidang hukum dan peradilan dalam bahasa yang ringan serta sesuai dengan konteks.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *