Dalam konsideran huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU SPPA), disebutkan bahwa salah satu pertimbangan diundangkannya UU SPPA adalah karena Indonesia merupakan salah satu Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak yang di dalam konvensi tersebut diatur kewajiban bagi negara-negara pihak untuk memberikan perlindugan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Poin konsideran tersebut lengkapnya adalah sebagai berikut:

 “bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum;”

Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak). Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UU Perlindungan Anak) mengatur bahwa penyelenggaraan perlindungan anak adalah berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi:

  1. Non diskriminasi;
  2. Kepentingan yang terbaik bagi anak; 
  3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
  4. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Penjelasan terhadap asas-asas tersebut dapat ditemukan pada Penjelasan Pasal 2 UU Perlindungan Anak sebagai berkut:

Asas perlindungan anak di sini sesuai dengan prinsip-prinsip pokok yang terkandung dalam Konvensi Hak-Hak Anak.

  • Yang dimaksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.
  • Yang dimaksud dengan asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.
  • Yang dimaksud dengan asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.

Berkaitan dengan perlindungan terhadap hak-hak Anak, instrumen internasional perlindungan hukum terhadap Anak juga dapat ditemukan dalam:

  1. International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) (selanjutnya disingkat dengan ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik). ICCPR mengukuhkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa cita-cita manusia yang bebas untuk mengenyam kebebasan dari kekuatan dan kekurangan hanya dapat dicapai apabila diciptakan kondisi dimana semua orang dapat mengenyam hak-hak sipil dan politik dan juga hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa, negara-negara wajib untuk memajukan penghormatan universal dan penaatan atau hak-hak asasi dan kebebasan manusia. ICCPR mengatur secara khusus mengenai perlindungan terhadap anak, yaitu dalam Pasal 24 ICCPR yang mengatur bahwa setiap anak berhak mendapat hak atas langkah-langkah perlindngan yang diperlukan karena statusnya sebagai anak di bawah umur, terhadap keluarga, masyarakat dan negara, tanpa diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan atau kelahiran. Setiap anak juga harus didaftarkan segera setelah kelahirannya dan harus memperoleh suatu nama, serta setiap anak berhak memperoleh kewarganegaraan.
  2. Geneva Declaration of the Rights of the Child 1924. Deklarasi Jenewa tahun 1924 yang diadopsi oleh Liga Bangsa-Bangsa, memberikan gagasan bahwa terhadap Anak harus diberikan sarana yang diperlukan untuk perkembangannya, baik secara materi maupun spiritual; Anak yang lapar harus diberi makan, Anak yang sakit harus dirawat, Anak yang terbelakang harus ditolong; Anak yang nakal harus dibangun kembali, dan Anak yatim dan Anak terlantar harus dilindungi, Anak harus menjadi orang pertama yang menerima bantuan pada saat kesusahan; Anak harus ditempatkan pada posisi untuk mendapatkan nafkah, dan harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi; Anak harus dibesarkan dalam kesadaran bahwa bakatnya harus diabdikan untuk melayani sesama manusia.
  3. UN General Assembly Declaration on the Rights of the Child 1959. UN General Assembly Declaration on the Rights of the Child 1959 mencantumkan 10 (sepuluh) prinsip berkaitan dengan hak-hak anak dengan tujuan agar anak-anak dapat memiliki masa kanak-kanak yang bahagia untuk kebaikan dirinya dan untuk kebaikan masyarakat. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam UN General Assembly Declaration on the Rights of the Child 1959 antara lain memuat prinsip hak Anak yang bebas dari perbedaan dan diskriminasi, prinsip kepentingan terbaik bagi Anak, hak Anak sejak lahir untuk mendapatkan nama dan kewarganegaraan, hak anak untuk mendapat jaminan sosial serta kesehatan, pendidikan dan perawatan khusus terhadap Anak yang berkebutuhan khusus, hak anak untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarganya serta perawatan khusus terhadap Anak tanpa keluarga, hak Anak untuk memperoleh pendidikan gratis dan wajib setidak-tidaknya pada tingkat dasar, hak Anak untuk yang paling pertama memperoleh perlindungan, hak Anak terbebas dari eksploitasi, dan hak Anak untuk mendapatkan perlindungan dari diskriminasi;
  4. UN  Convention  on  the  Rights  of  the  Child 1989. Negara-negara pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak telah mensepakati Hak-Hak Anak, yang poin-poinnya antara lain adalah:
    1. Penghormatan dan jaminan dari negara-negara pihak terhadap Hak-Hak Anak yang ditetapkan dalam Konvensi tanpa diskriminasi dalam bentuk apa pun. (Pasal 2 Konvensi)
    2. Kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama. (Pasal 3 Konvensi
    3. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. (Pasal 4 Konvensi)
    4. Setiap anak memiliki hak yang melekat untuk hidup, dan negara-negara pihak harus menjamin semaksimal mungkin kelangsungan hidup dan perkembangan anak. (Pasal 6 Konvensi)
    5. Hak anak untuk memperoleh nama dan kewarganegaraan. (Pasal 7 Konvensi)
    6. Hak anak untuk mempertahankan identitasnya, termasuk kebangsaan, nama dan hubungan keluarga sebagaimana diakui oleh hukum. (Pasal 8 Konvensi)
    7. Hak anak atas kebebasan berekspresi. (Pasal 13 ayat 1 Konvensi)
    8. Hak anak atas kebebasan berpikir, dan beragama. (Pasal 14 ayat 1 Konvensi)
    9. Hak anak atas kebebasan berserikat dan kebebasan berkumpul secara damai. (Pasal 15 ayat 1 Konvensi)
    10. Hak anak untuk bebas dari intervensi yang tidak sah atas privasinya, keluarga, rumah, dan kehormatan. (Pasal 16 Konvensi)
    11. Hak anak untuk mendapat akses terhadap informasi dan materi, terutama yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, spiritual dan moralnya, dan kesehatan fisik dan mental. (Pasal 17 Konvensi)
    12. Hak anak untuk mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, cedera atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan lalai, penganiayaan atau eksploitasi, termasuk pelecehan seksual. (Pasal 19 Konvensi)
    13. Hak anak untuk menikmati standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai dan fasilitas untuk pengobatan penyakit dan rehabilitasi kesehatan. (Pasal 24 Konvensi)
    14. Hak anak untuk memperoleh manfaat dari jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 26 Konvensi)
  • Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak);

——————————–

Baca juga artikel lainnya:

Resume Tentang Pedoman Pengelolaan Hibah Langsung Dari Dalam Negeri Di Lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Perubahan Gugatan

Tingkatkan Kewaspadaan terhadap Cybercrime pada masa Pandemi COVID-19

Blockchain dan Permasalahan Hukum

Bagaimana Millennials Dapat Merubah Praktik Hukum?

Pancasila Sebagai Dasar Moralitas Putusan Hakim

Seri Inspirasi dan Tokoh Hukum, John Marshall Harlan “The Great Dissenter”

Contact Me:

E-mail: rizky.auliacahyadri@gmail.com

Instagram: https://www.instagram.com/rizkyauliacahyadri/

Instrumen Internasional Perlindungan Hukum terhadap Anak

Rizky Aulia Cahyadri

Rizky Aulia Cahyadri, S.H., lahir di Banyumas, pada tanggal 7 Juni 1995, saat ini berkarya dan mengabdikan diri sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Sangatta. Memiliki passion dalam bidang hukum serta pendidikan. Website www.rizkyauliacahyadri.com adalah sebuah media yang didedikasikan untuk berbagi seputar pembahasan tentang bidang hukum dan peradilan dalam bahasa yang ringan serta sesuai dengan konteks.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *