Pada negara-negara dengan tradisi Common Law, pertanggungjawaban hakim secara individual lebih tinggi dibandingkan pertanggungjawaban secara kolektif, maka jika hakim merasa berbeda pendapat dalam hal mengambil putusan, ia diperkenankan pula untuk tetap menjaga tingkat kemandiriannya (independensinya) dengan mencantumkan perbedaan pendapatnya tersebut dalam putusan. Hal tersebut dikenal dengan istilah dissenting opinion.

Pada awal abad ke-19 di Amerika Serikat, muncul hakim-hakim yang terkenal dengan dissenting opinion mereka. Salah satunya adalah John Marshall Harlan, yang dikenal sebagai “The Great Dissenter” karena pendapatnya dalam putusan yang memperjuangkan isu-isu sosial dan keseteraan. Contohnya dalam kasus Plessy v. Ferguson pada 1896 ketika dirinya sebagai satu-satunya Hakim yang berbeda pendapat diantara rekan-rekannya dalam penerapan doktrin “separate but equal”.

Pada tahun 1890, kereta api di Lousiana memisahkan gerbong untuk warga kulit putih dengan warga kulit hitam, atas regulasi tersebut pada tanggal 7 Juni 1892 Homer Plessy ditahan karena menolak untuk pindah dari kursi yang disediakan untuk warga kulit putih. Selanjutnya pada tanggal 18 Mei 1896, US Supreme Court memutuskan bahwa aturan tersebut konstitusional dengan hanya satu dissenting opinion dari John Marshall Harlan.

Keberanian Berbeda Pendapat

John Marshall Harlan berpendapat bahwa warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum dan konstitusi. Pendapat yang tentu saja saat ini sering didengar bahkan terkesan biasa, tetapi pada tahun 1896 seorang Hakim harus melewati jalan yang terjal untuk berpendapat tentang kesetaran, ketika dirinya hanya satu-satunya yang membuat dissenting opinion dengan hasil voting 7-1. Catatan sejarah akhirnya membuktikan bahwa pendapat dari satu orang mungkin tidak bisa merubah keadaan, tetapi keberanian berbeda pendapat akan terus memberikan inspirasi pada generasi-generasi selanjutnya dengan harapan bahwa suatu saat gagasan tersebut akan terwujud.

“Our Constitution is color-blind, and neither knows nor tolerates classes among citizens. In respect of civil rights, all citizens are equal before the law…”

John Marshall Harlan

—————————

Pembahasan tentang Restorative Justice: https://rizkyauliacahyadri.com/restorative-justice-sebuah-pengantar/

Contact Me:

E-mail: rizky.auliacahyadri@gmail.com

Instagram: https://www.instagram.com/rizkyauliacahyadri/

Seri Tokoh dan Inspirasi Hukum: John Marshall Harlan
Tag pada:        

Rizky Aulia Cahyadri

Rizky Aulia Cahyadri, S.H., lahir di Banyumas, pada tanggal 7 Juni 1995, saat ini berkarya dan mengabdikan diri sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Sangatta. Memiliki passion dalam bidang hukum serta pendidikan. Website www.rizkyauliacahyadri.com adalah sebuah media yang didedikasikan untuk berbagi seputar pembahasan tentang bidang hukum dan peradilan dalam bahasa yang ringan serta sesuai dengan konteks.

3 gagasan untuk “Seri Tokoh dan Inspirasi Hukum: John Marshall Harlan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *